Menggapai Puncak 29 aka Saptorenggo

Minggu kemaren, seperti biasa temen-temen pada ngumpul dan ngobrol di kost, ngobrol ngalor ngidul atas bawah ngga jelas. Sampai akhirnya temen-temen berencana ngadain acara untuk sekedar liburan yang lokasinya ngga jauh-jauh dari Kudus. Lagipula kuliahnya juga belum mulai, daripada di kost terus, ngebosenin.. Akhirnya kita sepakat untuk Destinasi mana yang bakal kita kunjungi, Fix, singkat kata kita milih mendaki Puncak 29, a.k.a Puncak Saptorenggo..



Lokasinya berada di paling “Pucuk” area pengunungan Muria.. Yang katanya berada pada ketinggian 1602 MDPL. Ke Puncak 29 bisa menggunakan 2 rute, yang pertama lewat desa Rahtawu, Gebog, Kudus, dan yang kedua dari pos pendakian desa Tempur, Keling, Jepara. Karena kita sekarang berada di wilayah Kudus, jadinya kita lewat rute yang pertama (desa Rahtawu). Beda lagi kalo start perjalannya dari Rumahku yang di Cluwak sana, lebih prefer lewat desa Tempur.hehe

Kita berangkat dari kudus sekitar jam 19.30.. Oh iya kelupaan, kita kesana beranggotakan 9 orang. Yakni, Aku, Sutris, Wahid, Adhitt, Oriq, Saud, Surya, Huda, dan Adi. Sebenernya kita berangkat tanpa persiapan yang matang, alias serba seadanya, cuma bawa mie instant ( makanan khas anak kost ), makanan kecil, kompor dari kaleng ( regard to Wahid Elfaranby ), pakaian ganti (ngga berguna :)) ), perlengkapan penghangat, terus apalagi yaa..Lupa. :).. 

Sekitar jam 20.00an, para rombongan udah sampai di desa Rahtawu. Di desa inilah tempat kami pada nitipin motor, karena disinilah tempat biasanya para pendaki memulai pendakian.. Sebelum pendakian dimulai, kami berdoa bersama-sama terlebih dahulu. Oh iya, katanya selama dalam perjalan kita dilarang menyebut nama tokoh pewayangan ataupun membunyikan suara kayak gamelan gitu.. ngga tau persih sih, gimana mitosnya. Tapi yang pasti kami berusaha untuk patuh, daripada terjadi hal yang ngga diinginkan, betul ngga?.. Karena perjalanannya malem, wajarlah jika di perjalanan kami ngerasa kedinginan, tapi setelah ratusan langkah, sedikit demi sedikit dinginnya mulai berkurang seiring berjalannya waktu, karena efek tubuh banyak bergerak pastinya.

Karena sejatinya aku adalah orang yang jarang banget olahraga, wajarlah jika dikit-dikit udah ngerasa ngos-ngosan. Baru ratusan langkah aja udah pengen nyerah rasanya.. Dan akhirnya pada pukul 23.00an kita sampai juga di Bunton. Itu bukan sebuah desa yang kamu kira banyak penduduk, ngga ada rumah disitu, yang ada hanyalah sebuah warung sekaligus tempat istirahat dan wc.. Belum ada listrik disini, jadinya penerangan ya seadanya.. jadi  jangan harap kamu bisa nyari sinyal wi-fi..hha. Kemudian masak-masakkan dimulai, kami bakal membuat masakan cukup sulit, yaitu bikin "Mie Instant". :P.. Kami gunain kompor berbahan bakan spirtus yang udah kami siapkan dari rumah. Setelah kelar masak maupun makannya, temen-temen malah pada molor sampe jam 02.00 yang tadinya rencana lanjutin perjalanan dari jam 00.00.

Jam 02.00-an kami melanjutkan perjalanan, dan bagian inilah yang cukup berat. Kami harus melewati tanjakan bebatuan yang cukup curam, cukup jauh lagi. Nengok kiri tebing, nengok kanan jurang. Ditambah angin yang lagi kenceng-kencengnya, takut aja kalo misalnya kebetulan ada pohon roboh atau longsor. Kurang ngeri gimana coba.. Udara dingin pun tak terelakkan lagi. Yah karena fajar, udah pakai jaket, sarung tangan, tapi masih aja aku ngerasa kedinginan, banget malahan. Aku pun sesekali inget kasur rumah ataupun kos, ngebayangin gimana kalo pas waktu itu lagi tidur sambil selimutan..hmm

Akhirnya sekitar pukul 4.30 kami sampai juga di puncak 29. Satu kata, Capek.. Sambil menunggu datangnya matahari terbit, aku dan temen-temen bikin ganjelan perut dulu. Seperti biasa, bikin mie instant dan ngabisin makan seadanya.. FYI, di ujung puncak 29 juga ada orang jualan makanan atau warungnya lho, ngga kebayang penjual disana belanjanya gimana.. Matahari pun sedikit demi sedikit mulai menghilangkan kegelapan yang ada disini, tak sedikitpun aku mengindahkan hal lain selain melihat matahari muncul dari balik bukit. Rasa letih saat mendaki seakan hilang sudah saat melihat matahari terbit dari peraduan. Aku dihadapkan dengan pemandangan yang begitu luar biasa. Melihat gunung-gunung dikawasan Muria beserta awan yang cukup menakjubkan.. Hingga makin percaya bahwa alam ini bener-bener indah. Pengalaman disebuah suasana yang sangat lain dari kehidupan sehari-hari yang dapat memberikan warna baru dalam kehidupan, bener-bener memorable moment..






















cukup sekian dan terima kasiiiih..


Tidak ada komentar:

Posting Komentar